Ini sore sudah runcing, air kencing makin pesing; di bawah papan reklame
'pria punya selera', sorang lelaki menurunkan resleting. Kening
tertunduk, khusyu' sekali menjampi trotoar dengan hajatnya yang kasar
Kau tanya? kenapa aku tak paling-- malah asyik menonton dengan mata
terpicing, kelingking di lubang hidung. Aku kesima sedang di mana, dunia
oh...
Mengapa selera siksa
kubur bertabur di jalan-jalan, renyah macam bawang goreng, bumi menjadi
jamban tanpa batas dinding. Tukang bakso lewat hanya tersungging,
giginya kuning mirip gigiku.
Bukan cuma itu, amplop telanjang
bulat di atas meja, isinya merah-merah segar, tapi hijau lebih menggiur.
Tak sungkan maling tak segan istri bunting. Anak makan apa yang penting
makan, halal haram urusan pak ustadz: bikin pusing. Ngoceh
berputar-putar seperti gasing, ujung-ujungnya neraka.
Jaman edan, sedan tambah murah. Program pemerintah loh: city car. Dokar juga program pemerintah: gusur!
Dadaku mulai hilang, gunung dan laut pindah ke sana. Aku mulai bicara
pada monyet dan cakalang, mulai menggunting kafanku, lima lembar kain
polos, beberapa lembar bidara. Semoga aku anak dara ayahku...
Semoga engkau, di dunia yang sinting ini: ayah kebanggaan anakku.
Ya?
ann / 17-12-2013
0 komentar:
Posting Komentar